Pernahkah Anda Menulis Akhir yang Tenang?

Saya dulu mengira desain game tentang mekanik—hadiah, peluang, roda putar. Lalu saya duduk sendirian di apartemen Manhattan setelah malam gagal, mendengar suara ibu lewat panggilan video. Ia bertanya: ‘Mengapa Anda terus bermain jika tak ada yang mendarat?’ Saya tak menjawab. Tidak saat itu. Tapi saya mulai menulis. Dewa-dewa Olympus tak pernah melempar dadu. Mereka berbisik lewat kode. Setiap game ‘斗鸡’ yang saya temui bukan soal menang—tapi irama. Tingkat kemenangan 90%? Mitos untuk menenangkan kecemasan. Putaran bonus? Jeda antara napas. Jalur VIP? Ziarah sunyi melalui keheningan algoritmik. Saya pernah main pertandingan berisiko rendah selama 10 menit—hanya cukup waktu untuk menyaksikan hujan jatuh di kaca. Lalu saya beralih ke mode volatilitas tinggi—bukan demi untung, tapi karena keheningan sebelum badai terasa lebih nyata dari hadiah apa pun. Ayahku pernah berkata: ‘Bahkan Zeus pun punya hari ia tak melempar guruh.’ Ia hanya menyaksikan. Jadi saya bangun dunia tempat setiap putaran adalah puisi. Di mana setiap kekalahan adalah catatan dalam jurnal seseorang lain. Di mana RNG tak memperacau hasilnya—Ia mengungkapkannya. Anda tak perlu bertaruh besar untuk merasa sakral. Anda hanya perlu tenang cukup lama agar bintang mengingatkan nama Anda.